Thursday, December 21, 2006

Saya Sesat, Anda Benar

Saya Sesat, Anda Benar

Oleh: Yasser Arafat

Suatu saat ketika saya sedang melamun di depan kamar, teman kost saya menyanyikan sebuah nasyid yang sangat indah dengan lantunan yang merdu. Nampaknya syair nasyid tersebut diambil dari terjemahan surat al-Fatihah. Kurang lebih syairnya seperti di bawah ini:


Dengan menyebut nama-Mu ya Allah
Yang Maha Pengasih Penyayang
Segala puji bagi-Mu ya Allah

Pemelihara seluruh alam raya

Engkaulah Maha Pengasih dan Penyayang
Yang menguasai hari pembalasan
Hanya kepada-Mu kami menyembah
Dan Pada-Mu kami mohon pertolongan

Tunjukkanlah kami ke jalan yang lurus
Jalan orang-orang yang Kau beri nikmat
Bukan jalan mereka yang Kau murkai
Dan bukan pula jalan mereka yang sesat


Bait ketiga dari syair tersebut mengingatkan saya dengan keadaan umat Islam saat ini. Banyak di antara umat Islam sekarang yang menganggap pendapatnya-lah yang paling benar, keyakinannya-lah yang berada pada kebenaran. Mereka menganggap bahwa jalan yang mereka ambil adalah jalan yang lurus. Perbedaan pendapat dan penafsiran yang ada di antara umat Islam membuat mereka berpecah belah, merasa diri paling benar sendiri dan orang lain salah. Kadang timbul konflik yang diwarnai dengan hujatan-hujatan, caci maki, bahkan sering kali vonis sesat dan kafirpun dilontarkan.

Apa penyebab semua ini? Perbedaan yang seharusnya wajar menjadi tidak wajar lagi. Mengapa saya mengatakan bahwa perbedaan pendapat itu wajar? Setiap orang diciptakan oleh Allah SWT dengan segala sesuatu yang serba berbeda antara orang yang satu dengan orang yang lain. Bahkan anak kembar sekalipun tidak mungkin sama antara keduanya, keduanya memiliki ciri khas masing-masing.

Dua orang yang melihat sebuah gambar yang sama lalu mereka kita perintahkan untuk menafsirkan gambar tersebut. Maka dua orang itu pasti menafsirkan gambar tersebut berdasarkan sudut pandang mereka masing-masing. Hal ini menunjukkan bahwa pemikiran setiap orang berbeda-beda yang mana perbedaan pemikiran ini akan mengakibatkan munculnya perbedaan pendapat dan penafsiran dalam kehidupan keberagamaan. Karena sebab itu, maka perbedaan pendapat adalah wajar dan manusiawi. Jika tidak berbeda maka bukan manusia.

Jika perbedaan pendapat itu wajar, lalu apa yang menyebabkan konflik yang terjadi antara umat Islam selama ini?Menurut saya penyebab konflik tersebut adalah fanatik buta dan merasa diri paling benar sendiri. Jika dalam diri seseorang sudah melekat kuat dua sifat tersebut, maka dia akan membenci dan tidak menghargai perbedaan pendapat. Dia merasa pendapatnya saja yang paling benar dan orang lain salah.

Manusia sebagai makhluk relatif tidak memiliki pengetahuan yang sempurna tentang sesuatu yang bersifat mutlak. Manusia hanya memiliki pengetahuan mana yang benar dan mana yang salah. Karena benar dan salah itu relatif. Benar menurut saya, belum tentu benar menurut anda. Salah menurut saya belum tentu salah menurut anda. Lalu siapakah yang mengetahui kebenaran yang hakiki sedangkan kebenaran itu bersifat mutlak? Maka hanya sesuatu yang bersifat mutlak saja yang dapat mengetahui kebenaran. Siapa itu? Jika anda menjawab “Tuhan” maka anda termasuk orang yang “benar”.

Dalam surat al-Fatihah ayat 6-7 disebutkan permohonan kita sebagai manusia (makhluk relatif) kepada Allah (Dzat mutlak) untuk ditunjukkan jalan kebenaran (mutlak) bukan jalan kesesatan. Dalam ayat tersebut kita sudah mengakui ketidakberdayaan kita untuk mengetahui kebenaran yang hakiki, lalu kenapa banyak di antara kita masih bersombong diri dengan merasa kita-lah yang berada pada kebenaran sedangkan orang yang tidak sependapat dengan kita dianggap sebagai orang sesat bahkan kafir. Apa belum cukup berita dari Allah dalam surat an-Nahl ayat 125?“………Sesungguhnya hanya Tuhanmu-lah yang lebih mengetahui siapa-siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan hanya Tuhanmu-lah yang lebih mengetahui siapa-siapa yang mendapat petunjuk-Nya.”

Apakah kita masih berani bersombong diri setelah mendengar ayat tersebut? Apakah kita masih berani memvonis seseorang sesat atau tidak setelah membaca ayat tersebut? Terserah anda……[]

Wednesday, December 20, 2006

Kunang-kunang


Perjuangan Kunang-Kunang
Oleh: Yasser Arafat

Kunanti dirimu, sampai aku ketiduran

kumimpi dikejar kunang-kunang
taringnya keluar kepalanya membesar
kutakut dikejar kunang-kuanng

seperti itulah bait-bait lagu yang dinyanyikan oleh group band Esnanans. sekilas memang lagu tersebut tampak seperti lagu dengan muatan makna yang ringan. tetapi jika kita mau memikirkan dan merenungkan lagu tersebut sejenak saja, maka kita akan mendapati kedalaman makna dari tokoh yang diceritakan pada lagu tersebut.

Ya...KUNANG-KUNANG. sejenak saya merenung apa itu kunang-kunang. bagaimana kunang-kunang melalui hari-harinya. bagaimana tingkah laku kunang-kunang.

Kunang-kunang adalah salah satu hewan malam. dia bertubuh kecil dan ada satu keunikan yang dia miliki, yaitu dia bisa mengeluarkan cahaya dari dalam tubuhnya. di kala malam menyelimuti bumi ini, serombongan kunang-kunang muncul dari suatu tempat. seiring keluarnya mereka dari sarangnya, mereka memancarkan cahaya kecil yang indah jika lihat. mereka tampak antusias sekali. dengan keberanian yang mereka miliki, mereka berani keluar dan terbang ke sana kemari.

Kunang-kunang paham betul bahaya yang ada di luar sarang mereka. kunang-kunang mengerti betul bahaya apa yang sewaktu-waktu bisa menimpa mereka. tetapi mereka seakan tidak memperdulikan hal tersebut. mereka tidak ingin kalah dengan bulan dan bintang yang memperindah malam dengan cahaya mereka yang begitu besar. mereka menerangi malam dengan cahaya yang jauh lebih besar dari cahaya yang diberikan oleh seekor kunang-kunang. tetapi kunang-kunang tetap saja penuh semangat memancarkan cahaya kecilnya hanya dengan satu tujuan, memperindah malam yang gelap.

Betapa banyak di antara pemuda-pemuda Islam yang enggan sekali berkorban. hanya dengan satu alasan, apa yang mereka miliki belumlah seberapa. hanya dengan anggapan bahwa pemberian sedikit itu tidak dapat memberikan manfaat apa-apa, mereka hanya berdiam diri melihat Islam menjadi terbelakang, mereka hanya menjadi penonton di saat orang-orang non-Muslim menjadi pemeran.

Apakah kunang-kunang itu lebih mulia dibandingkan dengan pemuda-pemuda Islam? lihatlah kunang-kunang, bagaimana mereka memancarkan cahayanya walaupun cahaya itu jauh lebih kecil daripada cahaya bulan, tetapi mereka tetap saja menyumbangkan cahayanya untuk memperindah malam. jika kita cermati bait lagu di atas, disitu tampak sekali begitu takutnya sang penyanyi terhadap kunang-kunang. walaupun kunang-kunang itu binatang yang kecil tetapi dapat saja sewaktu-waktu memberikan rasa takut kepada sesuatu yang lebih besar dari dirinya.

kepada saudaraku yang hanya mempunyai semangat dan keberanian yang menggelora, bergabunglah bersama kami di barisan terdepan perjuangan umat ini. kepada saudaraku yang hanya memiliki harta yang berlebih, berikanlah sebagian dari hartamu untuk perjuangan umat ini. kepada saudaraku yang hanya mampu merintih dan menangis, teruslah merintih dan menangis karena rintihan dan tangisan kalian-lah kami berjuang. karena rintihan dan tangisan kalian-lah yang mampu membakar sayap-sayap kami untuk terus terbang dan berjuang. kepada saudaraku yang hanya mampu berdoa, doakanlah perjuangan kami. semoga apa yang kami perjuangkan mendapatkan keridhoan Allah dan kerelaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa Aalihi wasallam dan keluarganya yang telah disucikan oleh Allah.[]

Tuesday, December 19, 2006

Oh...Kamis Kelabu


Oh…Kamis Kelabu I
Oleh: Husaini

Bulan ini adalah Bulan Maulid. Biasanya kaum Muslimin di seluruh dunia memperbanyak shalawat di bulan ini. Mereka mengenang kembali sejarah-sejarah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Alihi Wassalam (Selanjutnya disingkat menjadi Sawaw), bagaimana beliau beserta para sahabatnya berjuang menegakkan syariat Islam.

Di bulletin-bulletin dakwah biasanya para penulis menceritakan bagaimana saat-saat kelahiran Rasulullah Sawaw atau menceritakan betapa mulianya akhlak beliau, betapa cintanya beliau kepada umatnya. Tetapi pada kesempatan kali ini saya tidak akan bercerita mengenai itu semua. Semua cerita-cerita itu sudah sering di bawakan oleh para ustadz di mimbar-mimbar masjid, sudah sering ditulis di bulletin-bulletin dakwah. Mungkin tulisan saya ini bukanlah sebuah artikel ilmiah, tetapi hanya sebuah penceritaan ulang sejarah Rasulullah Sawaw dan mungkin apa yang akan saya sampaikan ini jarang sekali kita dengar. Seharusnya ketika anda membaca riwayat yang akan saya tulis di bawah ini, anda tidak akan tersenyum bahagia, tetapi sebaliknya anda mungkin akan terheran-heran bahkan meneteskan air mata.

Menurut riwayat -katanya- Rasulullah lahir pada tanggal 12 Rabiul Awal dan meninggalpun pada tanggal 12 Rabiul Awal. Riwayat ini katanya shahih. Tetapi anehnya kaum Muslimin jarang ada yang tahu bahwa tanggal dan bulan meninggalnya Rasulullah Sawaw sama dengan kelahirannya. Bahkan yang lebih parah lagi banyak kaum Muslimin yang tidak mengetahui bagaimana sejarah meninggalnya Rasulullah Sawaw (Yang Shahih). Saya baru-baru ini mengetahui sejarah meninggalnya Rasulullah tatkala saya membaca kitab-kitab hadits yang terdapat dalam sebuah perpustakaan.Jadi, ketika Rasulullah Sawaw sakit keras, beliau meminta kertas dan tinta-sebagaimana yang diriwayatkan Bukhari- untuk menuliskan wasiat yang mana jika kita berpegang teguh kepada wasiat itu, kita tidak akan tersesat selama-lamanya. Namun Sayyidina Umar bin Khattab ra menjawab, “Ya Rasulullah, cukuplah bagi kami Kitabullah (Al-Qur’an)” Lalu terjadilah kericuhan. Ada sebagian orang yang meminta agar permintaan Rasulullah itu dipenuhi dan ada sebagian orang yang mengikuti pendapat Sayyidina Umar ra. Melihat keadaan itu, Rasulullah Sawaw pun marah dan berkata, “Keluar kalian dari sini, tidak pantas kalian bertengkar di hadapanku.” Ibnu Abbas menyebut peristiwa ini sebagai “Kamis Kelabu”, dia pun berkata, “Bencana terbesar adalah terhalangnya Nabi dari penulisan wasiat itu.”

Seperti inilah kisah tragis Sang Nabi Besar yang permintaan terakhirnya ditolak oleh sahabatnya sendiri. Padahal kepada orang yang divonis hukuman mati pun masih diberikan kesempatan untuk mengajukan permintaan terakhirnya sebelum dieksekusi. Lalu kenapa kepada Rasulullah, kekasih Allah SWT yang tentunya lebih mulia dari orang yang divonis hukuman mati, kita berani menolak permintaan terakhir beliau? Padahal jika kita mencermati riwayat di atas, kita akan mengetahui bahwa wasiat yang akan disampaikan beliau itu untuk keselamatan kita semua dari jalan kesesatan. Permintaan Rasulullah itu untuk kebaikan kita semua, bukan untuk kebaikan Rasulullah? Lalu mengapa masih saja ada orang yang menunjukkan kesombongannya dengan menolak permintaan Rasulullah itu? Bahkan menurut sebagian riwayat, Sayyidina Umar berkata, “Jangan, Rasulullah sedang sakit keras, beliau sedang mengigau.” Kepada Rasulullah-pun ada di antara kita yang berani mengatakan bahwa Rasulullah sedang mengigau. Padahal Allah telah berfirman dalam al-Qur’an bahwa Ucapan Rasulullah bukanlah menurut hawa nafsunya, melainkan wahyu semata.

Lalu apa wasiat Rasulullah itu? Kalau kita mencermati riwayat di atas, Rasulullah berkata jika kita berpegang teguh kepadanya maka kita tidak akan tersesat selama-lamanya. Riwayat ini mirip dengan riwayat mengenai 2 pusaka sepeninggal Rasulullah Sawaw. Rasulullah bersabda, “Aku tinggalkan pada kalian dua pusaka yang berharga, Al-Qur’an dan Ithrah Ahli Baitku, kalau kalian berpegang teguh pada keduanya kalian tidak akan sesat."

Terdapat kesamaan antara riwayat wasiat Rasulullah dengan riwayat 2 pusaka di atas, yaitu jika kita berpegang teguh kepadanya kita tidak akan tersesat selama-lamanya. Apakah mungkin wasiat yang hendak disampaikan oleh Rasulullah adalah Al-Qur’an dan Ithrah Ahli Bait? Wallahu a’lam, yang jelas terdapat kesamaan tujuan dari kedua riwayat tersebut, yaitu agar kita tidak tersesat selama-lamanya.

Riwayat 2 pusaka di atas diriwayatkan oleh Muslim, Kitab Fadhoilus Sohabah Bab Fadhail Ali; Turmudzy Juz 2, ha. 308; Mustadrak al-Hakim Juz 4, ha. 48, 109; Musnad Ahmad Juz 3, hal. 17, Nasa’i Kitab Khosois Imam Ali. Riwayat ini dikenal dengan Hadits Tsaqalain dan hadits ini pun derajatnya shahih. Hampir seluruh kitab hadits meriwayatkan hadits ini, hanya Bukhari saja yang tidak meriwayatkannya. Tetapi anehnya, mayoritas kaum Muslimin tidak mengenal hadits ini, mereka lebih mengenal hadits: “Aku tinggalkan pada kalian dua pusaka yang berharga, Al-Qur’an dan Sunnahku, kalau kalian berpegang teguh kepada keduanya kalian tidak akan tersesat.”

Hadits ini menurut sebagian ulama tidak pantas kita ikuti, yang pantas kita ikuti adalah hadits yang mengatakan bahwa 2 pusaka peninggalan Nabi adalah al-Qur’an dan al-Ithrah Ahli Baitku. Wallahu a’lam bishawab. []


Saturday, December 16, 2006

HIZBULLAH ANTARA PENGHINAAN DAN PEMARTABATAN
(Mengkritisi Opini Hizbut Tahrir dalam Buletin al Islam Edisi 318)
Oleh : Redaksi Hizbullah News
Bismillahirahmanirrahim
Allahuma sholi ala Muhammad wa ala Aali Muhammad


Prolog
Hizbut Tahrir (HT) melalui media resminya, Buletin al Islam (12/8/06) menurunkan laporan perkembangan krisis Lebanon, sekaligus memberikan pandangannya terhadap dikeluarkannya Resolusi PBB No. 1701 dan 1559, Laporan -yang lebih tepat disebut opini- diberi judul yang sangat panjang: DARAH LEBANON DIBAYAR DENGAN RESOLUSI MEMATIKAN DI PASAR KONFLIK AS-PERANCIS DENGAN DUKUNGAN DAN KOLUSI PARA PENGUASA DI NEGARI-NEGRI MUSLIM! Dalam tulisan yang tidak berimbang tersebut HT/buletin al-Islam sama sekali tidak melaporkan sikap Hizbullah berkaitan dengan dikeluarkannya Resolusi tersebut, dan seolah menuduh Hizbullah -meminjam istilah HT/Buletin al Islam- tidak menyadari hal itu dengan baik, dan -tentu saja- menempatkan HT/Buletin al Islam lebih pintar ketimbang Hizbullah, seraya menuduh Iran dan Suriah sebagai kambing hitam.

ANTARA HIZBULLAH DAN HIZBUT TAHRIR
Sebagai opini sah-sah saja HT/Buletin al Islam mengeluarkan pendapatnya, namun yang perlu menjadi catatan adalah Pertama : HT/Buletin al Islam atau perwakilan HT di sana, tidak satu pun yang terjun dan terlibat dalam pertempuran tersebut. Sehingga dapat dipastikan, HT tidak tahu peta kekuatan dan tebaran pasukan yang mengandung nilai strategis militer dan politik yang digunakan Hizbullah dalam proses tawar tersebut (baik menerima dan menolak Resolusi tersebut). Sebetulnya ditinjau dari sini saja HT/Buletin al Islam telah gagal memanfaatkan networking mereka di Lebanon untuk mengetahui secara persis alat tawar apa yang akan digunakan Hizbullah dalam mensikapi Resolusi tersebut. Sehingga Tulisannya menjadi berbobot, Kedua : Bahwa HT/Buletin al Islam dalam tulisan tersebut tahu bahwa Hizbullah unggul dalm perang tersebut, namun tidak dapat membedakan dengan baik apakah kemenangan Hizbullah tersebut bernilai startegis atau Taktis.

Hizbullah tidaklah "sebodoh" seperti yang diperkirakan, mereka sangat mengerti betul setiap manuver Israel dan sekutunya. Boleh anda tanya kepada HT/buletin al-islam, apakah HT/Buletin al-Islam memahami posisi Battle indication tentara Hizbullah yang sedang dipersiapkan pra, saat dan pasca gencatan senjata? Bagaimana peta penempatan battle order, battle position, battle line, battle reconnaissance tentara Hizbullah? Hizbullah sangat mengenal watak bangsa Israel, berbekal pengetahuan mereka terhadap pemahaman sosio kultur bangsa Israel yang dieksplorasi oleh para Ulama Ahlulbayt dengan bantuan Al Qur'an mereka tidak segegabah yang dikira oleh HT/Buletin al Islam.

Mereka juga tahu bagaimana menghitung penempatan Battle formation dan battle front untuk menghadapi resolusi PBB tersebut. Yang lebih hebat HT/Buletin al Islam yang tidak terjun dalam perang tersebut mampu menilai bahwa Hizbullah gagal menangani battle handling tentaranya, padahal HT/Buletin al-Islam dapat dipastikan tidak tahu dan tidak paham battle prosedur apa yang digunakan Hizbullah untuk memacetkan alat intai statis dan dinamis Israel. Sekedar informasi Israel memiliki alat intai yang super canggih, alat intai tersebut dipasang dari permukaan tanah hingga ketinggian 37.000 km, belum lagi RPV yang bersliweran tanpa bisa dideteksi di Lebanon selatan tiap hari.

Siapa yang paling tahu menerima dan menolak Resolusi tersebut adalah mereka yang terlibat langsung dalam peristiwa tersebut. Bisa jadi HT/Buletin al Islam dibuat bingung, kenapa TNI yang hanya menguasai kota Yogyakarta 6 Jam pada peristiwa serangan umum dapat disebut sebagai kemenangan, dan mungkin akan menyebut perjanjian Renvile sebagai kekejian lantaran harus dipindahkanya satu divisi Kujang Siliwangi ke DIY dan Jawa Tengah. Akan lebih bijak HT/Buletin al Islam bekonsultasi kepada para ahli di bidangnya, kalangan militer misalnya, sudah saatnya HT/Buletin al Islam untuk berhusnudzon pada tentara, sehingga anda dapat menimba pengetahuan mereka sehingga anda lebih arif, bijak dan tentunya cerdas dalam melihat persoalan.

PETA STRATEGIS DITIMUR TENGAH
Dalam alinea berikutnya HT/Buletin al Islam menjelaskan mengenai latar belakang mengapa resolusi tersebut perlu dikeluarkan dengan gaya laporan intelejen HT/Buletin al Islam menjelaskan peta kekuatan Tentara AS, namun sayang tak jelas benar operational plan apa yang akan digunakan AS dalam menghadapi theater war yang baru ini. Jika Petinggi militer Jerman pernah dibuat kalangkabut menghadapi keinginan keras Hitler yang ingin membuka Front Timur dengan operasi Barbarosanya, yang berakibat terbengkelainya Prajurit Field marshal Rommel, dan berujung pada remuknya Jerman akibat operasi overload di Normandia yang kemudian menjadi sebab kekalahan Jerman, Apakah AS juga akan berbuat hal yang sama?

Barangkali HT/Buletin al Islam dapat lebih melengkapi analisanya, berikut kutipan laporannya: bahwa AS sebetulnya mengalami kekalahan di front Afganistan dan Irak tenggelam dalam kubangan rawa katanya, HT/Buletin al Islam menuliskan bahwa AS dirasa perlu menciptakan persoalan baru dengan membuka front baru untuk menyembunyikan dan mengalihkan sementara kejahatan AS di Irak dan Afganistan, atau dengan kalimat sederhana, HT/Buletin al Islam ingin mengatakan bahwa AS menggunakan cara menyelesaikan masalah dengan masalah, dengan konsekuensi wajah Amerika di kawasan tersebut berubah menjadi baik. HT/Buletin al Islam tidak jelas benar dalam menjelaskan strategi sulapan Amerika tersebut, ditambah sejauh mana keampuhan sulapan Amerika di mata bangsa Arab yang puluhan tahun disakitinya, apa mereka begitu bodoh? Dalam tulisan tersebut ada yang lucu, menurut HT/Bulein al Islam tampilan wajah baru AS di Timur Tengah tersebut akan mendongkrak suara Bush dan Partai Republik untuk memenangkan pemilu berikutnya. Apa yang lucu? Bukankah Undang-Undang AS hanya mengijinkan orang menjabat persiden dua kali, dan Bush saat ini kali kedua memegang jabatan Presiden. Jadi bagaimana ini?

AMERIKA MENCENGKRAM SURIAH DAN IRAN?
HT/Buletin al Islam menulis bahwa Amerika memiliki "cengkraman yang cukup diperhitungkan" atas Iran (dan suriah). Tapi tiba-tiba menurut HT/Buletin, AS kesulitan memasuki kedua negara itu, tak dijelaskan pula secara pasti apa yang menyebabkan AS yang sudah memiliki cengkraman kuat tiba-tiba menjadi ompong. Lebih jauh HT/Buletin al Islam memandang bahwa untuk mengalihkan perhatian dan membuat "wajah AS berubah" tersebut dengan memanfaatkan Iran untuk memberi konsesi dalam pengelolaan Irak dengan imbalan Iran menghentikan Program Nuklirnya.

Lagi-lagi HT/Buletin al-Islam membuat pendapat ngawur. Sepertinya HT/Buletin al Islam tidak mengetahui masalah program Nuklir Iran, padahal media masa Indonesia cukup banyak menuliskan "bahwa konsensi apapun yang diberikan kepada Iran tidak akan mengubah pendirian Iran untuk melanjutkan proyek Nuklirnya", bahkan Ahmadinejad saat berkunjung ke Indonesia pun mengungkapkan hal yang sama. Ditambah komentar para Ulama Iran sendiri yang mengeluarkan fatwa pentingnya Umat Islam pada umumnya dan Iran Khususnya untuk memikirkan menggunakan energi nuklir untuk menghadapi krisis minyak.

Seperti tidak memahami geopolitik timur tengah, asal saja HT/Buletin al Islam mengatakan AS akan memberikan konsesi mengelola Irak ditukar dengan Program Nuklir dan Iran mau-mau saja menerimanya, apakah pemerintah Iran itu lebih bodoh dan HT/Buletin al Islam lebih pintar. Program Nuklir Iran memlikiki kepentingan strategis ekonomi jangka panjang bagi rakyat Iran sendiri, dengan tujuan rakyat Iran mendapatkan energi yang sangat murah, sehingga tidak membebani ekonomi rakyatnya, dan menjadikan minyak sebagai sumber devisa negara, sehingga meningkatkan pendapatan Negara dengan begitu Iran dapat lebih mensejahterakan rakyatnya" (Lihat pernyataan Ayatullah Uzma Sayeed Ali Khamenei di Irib.ir). Menurut HT/Bulein al Islam, Program itu mau ditukar dengan Irak yang penuh persoalan yang sudah dapat dipastikan AS tidak dapat dijamin konsistensi kebijakannya. Lalu kita patut bertanya bagaimana reaksi negara Timur Tengah semacam Saudi, Yordania, Mesir, mengapa pula konsesi juga tidak diberikan kepada mereka atau suku kurdi?

Dalam salah satu paragrafnya HT/Buletin al Islam menyebutkan Amerika bakal meredam kekerasan Hizbullah dengan cara mendikte Iran dan Suriah untuk mengendalikan Hizbullah. Tapi HT/Buletin al Islam tidak menjelaskan secara rinci bagaimana negara AS yang sejak lama menjadi musuh rakyat dan pemerintahan Republik Islam Iran itu tiba-tiba dapat di dekte oleh Amerika Srikat.

SIAPA YANG MENGHINAKAN ITU?

HT/Buletin al Islam melaporkan bahwa "Hizbullah sejak awal 80-an dilatih Iran dan Suriah hingga rekonsiliasi, dan saat rekonsiliasi ini Suriah dan Iran menghentikan bantuannya terhadap Hizbullah dengan maksud menghinakan seraya membiarkan Hizbullah berperang sendiri.” Pembaca dibuat bingung dengan tulisan itu, dikatakan Iran dan Suriah membantu hingga rekonsiliasi (tidak disebutkan kapan, mungkin saat terjadinya gencatan senjata) tetapi pada saat yang sama disebutkan bahwa Iran dan Suriah telah menghinakan Hizbullah dengan membiarkanya berperang sendiri. Atau dengan kata lain Iran dan Suriah itu membantu Hizbullah baik militer dan pelatihan sejak tahun 80-an hingga terjadinya Rekonsiliasi (gencatan senjata) dan Iran serta Suriah pada saat yang sama juga bermaksud menghinakan Hizbullah dengan membiarkan bertempur sendiri.

Sebaiknya kita tanyakan saja kepada Dececion Maker HT/Buletin al-Islam, menurut anda apa perlunya negara tercinta ini mengharusan TNI-AD membentuk satuan SANDI YUDHA yang punya kemampuan melatih dan membina unsur-unsur lokal dan terbukti sukses membentuk satuan tempur lokal di Timor-Timur dan membiarkan mereka bertempur sendiri menghadapi Fretelin saat sebelum seroja, apakah itu disebut menghinakan? Mengapa AS membutuhkan Green Baret yang sukses dalam membina kekuatan lokal di Amerika Latin untuk kemudian membiarkan mereka bertempur sendiri? Apa kreteria menghinakan? Apakah anda akan menuduh Sayidinna Umar bin Khatab dan Imam Ali bin Abi Thalib telah menghinakan tentara Islam, karena Sayidina Umar tidak berangkat bertempur setelah beliau meminta analisa strategi militer kepada Imam Ali. Apakah itu menghinakan? Apakah yang dimaksud menghinakan itu, apa kriterianya? Bagaimana mereka yang mengaku Islam dan memiliki cabang di negeri mana pun tapi tidak terlibat dalam pertempuran di Lebanon selatan dan sama sekali tidak memberi bantuan militer dan pelatihan, bahkan menyalah-nyalahkan yang memberi bantuan adalah lebih baik, lebih mulia? Atau mereka yang hanya pandai berteriak-teriak untuk sesuatu yang besar tapi miskin persiapan, hanya pintar dalam slogan tanpa aksi, bangga membangun mimpi-mimpi sampai tingkat dunia tapi sepi dari kekuatan infrastrukturnya, adalah lebih mulia, lebih bermartabat, lebih Mukmin, lebih pantas disebut Mujahid? Sedang atase militer Iran dan Suriah yang bersusah payah mengatur taktik droping zone untuk mengirimkan senjata, dan berpeluh-peluh menanamkan keberanian bertempur, mengajarkan taktik berjuang adalah telah menghinakan? Apa yang hanya teriak-teriak membawa mimpi-mimpi besar di jalan tanpa pernah terancam oleh apapun itu lebih terhormat, ketimbang Prajurit Iran dan Suriah yang harus pontang-panting membawa anak didiknya ke tempat aman untuk dipersiapkan dalam menghadapi perang berikutnya adalah hina? Apakah yang dimaksud menghinakan itu? Apa standarnya?

ANDAI HIZBUT TAHRIR TIDAK HIZBUT TAHRIR TAPI HIZBULLAH
Pada halaman berikut HT/Buletin al Islam seolah menegaskan sikapnya, dan menjanjikan lahirnya PAHLAWAN (KESIANGAN) BARU. "Sesungguhnya berbagai persoalan Kaum muslimin tidak akan dapat diselesaikan dengan berbagai resolusi internasional yang ditetapkan oleh DK PBB..., persoalan semacam ini hanya dapat diselesaikan dengan JIHAD, MEMBUKA BERBAGAI FRONT PERTEMPURAN DAN MENDORONG TENTARA KAUM MUSLIMIN DARI BERBAGAI PENJURU DUNIA UNTUK BERJIHAD FI SABILILAH...SESUNGGUHNYA PENGHINAAN SURIAH DAN IRAN TERHADAP HIZBULLAH DENGAN MEMBIARKANNYA SENDIRIAN MELAWAN YAHUDI ADALAH BENTUK KOLUSI UNTUK MEMUDAHKAN MASUKNYA BERBAGAI RANCANGAN AMERIKA KE WILAYAH INI...”

Jika HT mengklaim memiliki wakil di setiap negara dan menyatakaan Rame -begitu al wa'ie menyebut- di mana-mana, kami hanya ingin bertanya: Dimana tentara, lasykar atau pejuang HT yang ada di Lebanon, Suriah, Mesir, Kuwait, Yordania, Palestina tentunya Indonesia, kenapa kalian bersembunyi saat Lebanon diserbu Israel? Apa yang kalian kerjakan, apakah Anda merasa dengan hanya hujatan dan sumpah serapah saja merasa lebih hebat ketimbang Iran dan Suriah? Atau Anda sudah merasa jadi orang mulia dan jantan hanya dengan mengobral cemoohan kepada Iran dan Suriah melalui buletin dan mempromosikan keberanian macan kertas anda? Padahal Anda tak satu keringat pun menetes dari badan Anda, tak ada luka tak ada ancaman. Bantuan apa yang telah kalian berikan pada hizbullah? Apakah rakyat Palestina dan Lebanon Selatan hanya akan Anda bantu dengan janji-janji dan mimipi-mimpi besar dunia? Sampai kapan? Dan kapan terwujud? Padahal yang mereka butuhkan adalah aksi saat ini.

Seharusnya kalau tahu resolusi itu sangat merugikan, dan HT menolak gencatan senjata, harusnya prajurit-prajurit HT terus melakukan gempuran pada kubu-kubu Israel (namun kita tidak pernah melihat ada prajurit/pemuda HT yang turun), memobilisasi pasukan ke garis depan, menciptakan front-front baru pertempuran, merencanakan oposite quarter attack, menghitung opprational preparedness tentaranya, menetapkan operational theatre dan areanya, menghitung operational superiority dan bagaimana mencukupinya. Menetapkan opperational speed tentaranya untuk menggungguli speed Sayeret Golani, Sayeret Tzanhanim dan Sayeret Mat'kal tentara Komando Khusus Israel, mendahului gerak intelejen Israel seperti Mossad, Aman, Shin Beth dan Lakam dan menetapkan orbat untuk meghancurkan mereka, dan segudang pekerjaan-pekerjaan militer lainnya. Tentunya sebagai lembaga yang berencana menegakkan Kekhalifahan dengan kontinen luas, wajibnya sudah punya segudang keahlian dan pengalaman serta rencana pertahanan bagi wilayahnya. Kalau salah satu opsirnya yang menulis di Buletin al Islam sudah bisa membuat penilaian bahwa Iran dan Suriah telah menghinakan Hizbullah, tentu HT ini telah menyiapkan operation air ground dan protective pada Hizbullah agar mereka lebih termartabatkan. Kita tunggu saja letusan senjata dan roket HT beberapa detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, abad atau kita tunggu dalam mimpi-mimpi besar kita bahwa Israel telah hancur, minimal dalam mimpi.

KHATIMAH
Cobalah anda bertanya pada rakyat Lebanon Selatan siapa yang menyiksa Yahudi/Israel demi anak-anak yang terbunuh, demi yang dicederai, demi para wanita yang diintimidasi, dipisahkan dari suaminya (menjadi janda) dan dihinakan, demi orang tua yang ternoda dengan darah, siapa yang menyiksa mereka, siapa yang menyiksa dibelakang mereka, siapa yang mehancurkan mereka, dan siapa yang membantu dan melatih mereka hingga bisa begitu, Niscaya tak akan anda temukan jawaban seperti dalam mimpi anda (Kekhilafahan), mereka akan menjawab, "Atas Pertolongan Alloh Yang Maha Agung, Maha Perkasa dan Maha Bijaksana, bahwa Dia telah mengirimkan putra-putra AhlulBayt melalui sulbi kami dan terlahir dari rahim-rahim kami, mereka mahir dalam rengkuhan Hizbullah dan arif dalam asuhan para Mullah (Hizbullah dan Iran). Wallahu a'lam bishawab.

Edisi 22

Emha Ainun Nadjib: Gusti Allah Tidak "Ndeso"
Beragama yang Tidak Korupsi

Oleh: Faisal

Suatu kali Emha Ainun Nadjib ditodong pertanyaan beruntun. "Cak Nun," kata sang penanya, "misalnya pada waktu bersamaan tiba-tiba sampeyan menghadapi tiga pilihan, yang harus dipilih salah satu: pergi ke masjid untuk shalat Jumat, mengantar pacar berenang, atau mengantar tukang becak miskin ke rumah sakit akibat tabrak lari, mana yang sampeyan pilih?"

Cak Nun menjawab lantang, "Ya nolong orang kecelakaan."
"Tapi sampeyan kan dosa karena tidak sembahyang?" kejar si penanya.
"Ah, mosok Gusti Allah ndeso gitu," jawab Cak Nun.
"Kalau saya memilih shalat Jumat, itu namanya mau masuk surga tidak ngajak-ngajak, " katanya lagi. "Dan lagi belum tentu Tuhan memasukkan ke surga orang yang
memperlakukan sembahyang sebagai credit point pribadi.

Bagi kita yang menjumpai orang yang saat itu juga harus ditolong, Tuhan tidak berada di mesjid,
melainkan pada diri orang yang kecelakaan itu. Tuhan mengidentifikasikan dirinya pada sejumlah orang. Kata Tuhan: kalau engkau menolong orang sakit, Akulah yang sakit itu. Kalau engkau menegur orang yang kesepian, Akulah yang kesepian itu. Kalau engkau memberi makan orang kelaparan, Akulah yang kelaparan itu.

Seraya bertanya balik, Emha berujar, "Kira-kira Tuhan suka yang mana dari tiga orang ini. Pertama, orang yang shalat lima waktu, membaca al-quran, membangun masjid, tapi korupsi uang negara.

Kedua, orang yang tiap hari berdakwah, shalat, hapal al-quran, menganjurkan hidup sederhana, tapi dia sendiri kaya-raya, pelit, dan mengobarkan semangat permusuhan. Ketiga, orang yang tidak shalat, tidak membaca al-quran, tapi suka beramal, tidak korupsi, dan penuh kasih sayang?"

Kalau saya, ucap Cak Nun, memilih orang yang ketiga. Kalau korupsi uang negara, itu namanya membangun neraka, bukan membangun masjid. Kalau korupsi uang rakyat, itu namanya bukan membaca al-quran, tapi menginjak-injaknya. Kalau korupsi uang rakyat, itu namanya tidak sembahyang, tapi menginjak Tuhan. Sedang orang yang suka beramal, tidak korupsi, dan penuh kasih sayang, itulah orang yang sesungguhnya sembahyang dan membaca al-quran.

Kriteria kesalehan seseorang tidak hanya diukur lewat shalatnya. Standar kesalehan seseorang tidak melulu dilihat dari banyaknya dia hadir di kebaktian atau misa. Tolok ukur kesalehan hakikatnya adalah output sosialnya: kasih sayang sosial, sikap demokratis, cinta kasih, kemesraan dengan orang lain, memberi, membantu sesama. Idealnya, orang beragama itu mesti shalat, misa, atau ikut kebaktian, tetapi juga tidak korupsi dan memiliki perilaku yang santun dan berkasih sayang.

Agama adalah akhlak. Agama adalah perilaku. Agama adalah sikap. Semua agama tentu mengajarkan kesantunan, belas kasih, dan cinta kasih sesama. Bila kita cuma puasa, shalat,
baca al-quran, pergi kebaktian, misa, datang ke pura, menurut saya, kita belum layak disebut orang yang beragama. Tetapi, bila saat bersamaan kita tidak mencuri uang negara, meyantuni fakir miskin, memberi makan anak-anak terlantar, hidup bersih, maka itulah orang beragama.

Ukuran keberagamaan seseorang sesungguhnya bukan dari kesalehan personalnya, melainkan diukur dari kesalehan sosialnya. Bukan kesalehan pribadi, tapi kesalehan sosial. Orang beragama adalah orang yang bisa menggembirakan tetangganya. Orang beragama ialah orang yang menghormati orang lain, meski beda agama. Orang yang punya solidaritas dan keprihatinan sosial pada kaum mustadh'afin (kaum tertindas). Juga tidak korupsi dan tidak mengambil yang bukan haknya. Karena itu, orang beragama mestinya memunculkan sikap dan jiwa sosial tinggi. Bukan orang-orang yang meratakan dahinya ke lantai masjid, sementara beberapa meter darinya, orang-orang miskin meronta kelaparan.

Ekstrinsik VS Intrinsik

Dalam sebuah hadis diceritakan, suatu ketika Nabi Muhammad SAW mendengar berita perihal seorang yang shalat di malam hari dan puasa di siang hari, tetapi menyakiti tetangganya dengan lisannya. Nabi Muhammad SAW menjawab singkat, "Ia di neraka." Hadis ini memperlihatkan kepada kita bahwa ibadah ritual saja belum cukup. Ibadah ritual mesti dibarengi ibadah sosial. Pelaksanaan ibadah ritual yang tulus harus melahirkan kepedulian pada lingkungan sosial.

Hadis di atas juga ingin mengatakan, agama jangan dipakai sebagai tameng memperoleh kedudukan dan citra baik di hadapan orang lain. Hal ini sejalan dengan definisi keberagamaan dari Gordon W Allport. Allport, psikolog, membagi dua macam cara beragama: ekstrinsik dan intrinsik.

Yang ekstrinsik memandang agama sebagai sesuatu yang dapat dimanfaatkan. Agama dimanfaatkan demikian rupa agar dia memperoleh status darinya. Ia puasa, misa, kebaktian, atau membaca kitab suci, bukan untuk meraih keberkahan Tuhan, melainkan supaya orang lain menghargai dirinya. Dia beragama demi status dan harga diri. Ajaran agama tidak menghujam ke dalam dirinya.

Yang kedua, yang intrinsik, adalah cara beragama yang memasukkan nilai-nilai agama ke dalam dirinya. Nilai dan ajaran agama terhujam jauh ke dalam jiwa penganutnya. Adanya internalisasi nilai spiritual keagamaan. Ibadah ritual bukan hanya praktik tanpa makna. Semua ibadah itu memiliki pengaruh dalam sikapnya sehari-hari. Baginya, agama adalah penghayatan batin kepada Tuhan. Cara beragama yang intrinsiklah yang mampu menciptakan lingkungan yang bersih dan penuh kasih sayang.

Keberagamaan ekstrinsik, cara beragama yang tidak tulus, melahirkan egoisme. Egoisme bertanggungjawab atas kegagalan manusia mencari kebahagiaan, kata Leo Tolstoy. Kebahagiaan tidak terletak pada kesenangan diri sendiri. Kebahagiaan terletak pada kebersamaan. Sebaliknya, cara beragama yang intrinsik menciptakan kebersamaan. Karena itu, menciptakan kebahagiaan dalam diri penganutnya dan lingkungan sosialnya. Ada penghayatan terhadap pelaksanaan ritual-ritual agama.

Cara beragama yang ekstrinsik menjadikan agama sebagai alat politis dan ekonomis. Sebuah sikap beragama yang memunculkan sikap hipokrit; kemunafikan. Syaikh Al Ghazali dan Sayid Quthb pernah berkata, kita ribut tentang bid'ah dalam shalat dan haji, tetapi dengan tenang melakukan bid'ah dalam urusan ekonomi dan politik. Kita puasa tetapi dengan tenang melakukan korupsi. Juga kekerasan, pencurian, dan penindasan.

Indonesia, sebuah negeri yang katanya agamis, merupakan negara penuh pertikaian. Majalah Newsweek edisi 9 Juli 2001 mencatat, Indonesia dengan 17.000 pulau ini menyimpan 1.000 titik api yang sewaktu-waktu siap menyala. Bila tidak dikelola, dengan mudah beralih menjadi bentuk kekerasan yang memakan korban. Peringatan Newsweek lima tahun lalu itu, rupanya mulai memperlihatkan kebenaran. Poso, Maluku, Papua Barat, Aceh menjadi contohnya. Ironis.

Jalaluddin Rakhmat, dalam Islam Alternatif , menulis betapa banyak umat Islam disibukkan dengan urusan ibadah mahdhah (ritual), tetapi mengabaikan kemiskinan, kebodohan, penyakit, kelaparan, kesengsaraan, dan kesulitan hidup yang diderita saudara-saudara mereka. Betapa banyak orang kaya Islam yang dengan khusuk meratakan dahinya di atas sajadah, sementara di sekitarnya tubuh-tubuh layu digerogoti penyakit dan kekurangan gizi.

Kita kerap melihat jutaan uang dihabiskan untuk upacara-upacara keagamaan, di saat ribuan anak di sudut-sudut negeri ini tidak dapat melanjutkan sekolah. Jutaan uang dihamburkan untuk membangun rumah ibadah yang megah, di saat ribuan orang tua masih harus menanggung beban mencari sesuap nasi. Jutaan uang dipakai untuk naik haji berulang kali, di saat ribuan orang sakit menggelepar menunggu maut karena tidak dapat membayar biaya rumah sakit. Secara ekstrinsik mereka beragama, tetapi secara intrinsik tidak beragama. []

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kurban Kolektif

Oleh: Abu Muhammad

Sebentar lagi, kaum Muslimin akan memperingati hari raya Kurban, ‘Idul Adha. Pada musim-musim ketika kambing dan sapi ramai diperdagangkan, pada saat yang sama ramai juga beredar hadits-hadits tentang keutamaan berkurban. Sebagian mubaligh menyampaikan bahwa binatang ternak yang kita kurbankan akan membantu kita dalam menyeberangi shirath di hari akhir nanti.

Terlepas dari makna batiniah ibadah kurban, saya ingin menyoroti isu tentang kurban kolektif. Selama ini yang kita pahami, satu ekor kambing hanya boleh diniatkan untuk menjadi kurban satu orang saja. Sementara satu ekor sapi bias dikeroyok oleh tujuh orang. Apakah memang demikian? Sebagian sahabat menyampaikan kepada saya bahwa keharusan satu ekor kambing untuk satu orang kadang-kadang membuat kurban hanya dibatasi kepada yang mampu saja. Apakah seekor kambing, seperti halnya sapi, tidak bias dikeroyok untuk dikurbankan sama-sama? Sekiranya kita hanya mampu menyumbang Rp. 50.000,- tidak bisakah uang itu kita gunakan untuk beribada?

Untuk menjawab pertanyaan itu, saya ingin mengutip hadits yang diriwayatkan dalam Nayl al-Awthar, kitab yang sering menjadi rujukan saudara-saudara kita di Persatuan Islam (PERSIS) dan Muhammadiyah. Dalam kitab itu, pada juz ke 6 hlm. 122, Bab Nabi berkurban untuk Umatnya, terdapat hadits nomor 2098 dan 2099 dengan bunyi sebagai berikut:

(2098) Dari Jabir, berkata: Aku shalat bersama Rasulullah Saw pada hari Idul Adha. Usai shalat, Nabi dating dengan membawa seekor kambing dan menyembelihnya seraya berkata: Bismillahi wallahu Akbar. Allahumma hadza ‘anni wa ‘an man lam yudhahhi min ummati. Dengan nama Allah, dan Allah Maha Besar. Ya Allah, (kurban) ini dariku dan dari siapa pun yang tidak (mampu) berkurban di antara ummatku. Hadits ini diriwayatkan juga oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya, Sunan Abu Dawud, dan Turmudzi.

(2099) Dan dari Ali bin Husain dari Abi Rafi’ dari Rasulullah Saw bahwa Nabi ketika berkurban membeli dua ekor kambing yang gemuk, sehat, dan putih bersih. Setelah shalat dan berkhutbah, seekor kambing itu didatangkan kepada Nabi dan Nabi berdiri di Mushallanya kemudian menyembelihnya dengan tangan beliau sendiri. Kemudian berkata: Allahumma hadza ‘an ummati jami’an man syahida laka bil tauhid wa syahida li bil balagh. Ya Allah, (kurban) ini dari semua umatku yang bersaksi kepada-Mu dengan keesaan dan yang bersaksi kepadaku terhadap apa yang aku sampaikan. Kemudian didatangkan kambing yang kedua, lalu Nabi menyembelihnya dengan tangan beliau sendiri dan berkata: Hadza ‘an Muhammad wa Ali Muhammad, (kurban) ini dari Muhammad dan keluarga. Dengan kedua kurban itu dikenyangkanlah seluruh yang miskin dan Nabi memakannya bersama keluarganya sebagian dari daging kurbannya…..Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad.

Menarik untuk mencermati kedua hadits di atas, bahwa sebetulnya kurban kolektif bukan saja dibolehkan, tetapi pernah dicontohkan Nabi Saw. Meski dalam keterangan akan hadits yang pertama Imam Ahmad mengatakannya sebagai hadits dha’if, tetapi hadits yang kedua diriwayatkan beliau sebagai hadits yang sampai pada derajat hasan. Imam Ahmad meriwayatkan kedua hadits ini dalam Musnadnya 8:3. Sunan Abu Dawud memuatnya pada kitab Al-Adhahi, bab “Yang dikurbankan atas nama jama’ah” sedangkan Imam Turmudzi dalam Sunan-nya bagian Al-Adhahi, bab 22 hadits nomor 1521.

Dalam lanjutan keterangan yang tercantum pada kitab Nayl al-Awthar, disebutkan bahwa dua hadits ini menunjukkan dalil dibolehkannya seseorang untuk berkurban atas dirinya dan atas keluarganya, kerabatnya, dan menyerikatkan mereka dalam pahalanya. Demikian dikatakan jumhur para ulama. (Nayl al-Awthar,k juz 6, hlm. 123). Nayl al-Awthar juga memuat hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dalam shahihnya pada Al-Adhahi:19 dari Anas bahwa Rasulullah Saw diriwayatkan berkata: Allahumma taqabbal min Muhammad wa Ali Muhammad wa’an ummati Muhammad, Ya Allah, terimalah dari Muhammad, dan keluarga Muhammad, dan dari umat Muhammad.

Masih dalam Nayl al-Awthar juga disebutkan bahwa Ibnu Majah dan Turmudzi meriwayatkan hadits dari Abu Ayub tentang seseorang yang menyembelih kambingnya pada masa Nabi Saw atas nama dirinya dan keluarganya. Abu Hurairah juga diriwayatkan menyampaikan hadits ini dalam keterangan yang disampaikan oleh Ahmad, Ibnu Majah, Al-Baihaqi, dan Al-Hakim.

Meskipun setelah memuat hadits-hadits di atas Nayl Al-Awthar masuk pada pembahasan apakah berkurban itu wajib atau sunnah, cukup bagi kita untuk mengambil kesimpulan bahwa hadits tentang kebolehan menyembelih seekor kambing dengan niat lebih dari satu orang diriwayatkan oleh hampir semua ahli hadits. Muslim, Turmudzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Al-Hakim, dan Imam Ahmad meriwayatkan tentang ini dalam berbagai redaksinya. Hanya Imam Ahmad yang memberi keterangan dha’if, itupun pada hadits yang pertama. Sedangkan para ulama pengumpul hadits yang lainnya tidak memberikan keterangan tentang kedha’ifannya. Bahkan, Imam Ahmad pun menilai hadits yang kedua –dalam konteks redaksional yang sama– sebagai hadits hasan. Kemungkinan hadits yang pertama masuk dalam kategori dha’if oleh Imam Ahmad ditinjau dari sisi sanad. Wallahu a’lam.

Bila enam ahli hadits dan satu Imam Ahmad meriwayatkan hadits tentang menyembelih kolektif dengan keterangan hadits hasan, maka tidak ada lagi kekhawatiran bagi kita untuk mulai membiasakan diri berpartisipasi dalam berkurban sejauh kemampuan yang kita miliki. Tentu bila kita mampu berkurban seekor kambing, maka itu baik untuk kita lakukan. Sama baiknya bila kita baru bias menyumbang sebagian dari harga seekor kambing itu. Sebaliknya, kurban kolektif bias jadi buruk bila dilakukan oleh orang yang bisa berkurban seekor penuh. Dengan dalil-dalil di atas kita ingin bersama-sama mengajak masyarakat untuk melakukan kurban sebatas kemampuan yang kita miliki. Saya kira Tuhan tidak pernah akan kebingungan untuk “membagi” pahala kurban itu di antara kita.

Lalu bagaimana dengan distribusi daging kurbannya? Sesuai hadits Nabi di atas, daging kurban itu kemudian diberikan sebagai makanan bagi fakir miskin, dan Nabi beserta keluarganya juga memakan sebagian dari kambing itu. Saya kira, kita cukup dewasa untuk bisa membagi distribusi kurban kolektif itu, atau –lebih baik lagi– kita relakan semua untuk mengenyangkan mereka yang kelaparan di sekitar kita. Selamat menyambut Idul Adha dengan kurban kolektif! []


Edisi 21

Etika Menolong dalam Islam
Oleh: Jalaluddin Rakhmat


ADA banyak nama untuk bulan Ramadhan. Nabi Muhammad SAW menyebutnya Bulan Keberkahan, Bulan Kesabaran, Bulan Ampunan, dan Bulan Berbagi (Syahr al-Muwasat). Pada bulan ini orang kaya bukan saja harus berbagi kekayaan dengan orang miskin, ia juga harus ikut berempati dengan penderitaan mereka. Orang beruntung harus berbagi kebahagiaan dengan orang yang malang.

Perintah untuk berbagi ini diingatkan dengan doa yang harus dibaca setiap selesai shalat wajib:

Ya Allah, masukkan kebahagiaan kepada para penghuni kubur
Ya Allah, kayakanlah semua orang yang miskin
Ya Allah, kenyangkan semua orang yang lapar
Ya Allah, beri pakaian semua orang yang telanjang
Ya Allah, tunaikan utang semua orang yang berutang
Ya Allah, lepaskan derita semua orang yang menderita
Ya Allah, kembalikan semua orang yang terasing
Ya Allah, bebaskan semua orang yang terpenjara
Ya Allah, sembuhkan semua orang yang sakit

Bersamaan dengan doa yang mereka lantunkan, semua Muslim harus menjadi tangan-tangan Tuhan untuk memenuhi doa itu. "Puasa itu hanya untuk Aku," kata Tuhan. Puasa dipersembahkan hanya untuk Tuhan. Tidak ada persembahan yang paling agung selain perkhidmatan kepada makhluk-Nya. Mencintai Tuhan hanya dapat dilakukan dengan mencintai sesama manusia. Karena itu, amal yang paling dicintai Tuhan pada Bulan Berbagi bukanlah ibadah ritual yang bersifat individual, tetapi ibadah sosial yang membagikan kebahagiaan kepada orang banyak.

Mencintai Tuhan dengan mencintai manusia digambarkan Leigh Hunt, penyair Inggris, dalam kisah seorang sufi, Abou Ben Adhem, yakni Abou Ben Adhem (semoga kabilahnya bertambah) satu malam terbangun dari mimpinya yang indah. Dan ia lihat, di ruangan dalam cahaya terang rembulan, yang gemerlap ceria seperti bunga lili yang sedang merekah, seorang malaikat menulis pada kitab emas. Ketenteraman jiwa membuat Abou berani berkata kepada sang Sosok di kamarnya, "Apa yang sedang kamu tulis?"

Bayangan terang itu mengangkat kepalanya dan dengan pandangan yang lembut dan manis ia berkata, "Nama-nama mereka yang mencintai Tuhan." "Adakah namaku di situ?" kata Abou. "Tidak. Tidak ada," jawab malaikat. Abou berkata dengan suara lebih rendah, tapi tetap ceria, "Kalau begitu aku bermohon, tuliskan aku sebagai orang yang mencintai sesama manusia." Malaikat menulis dan menghilang.

Pada malam berikutnya ia datang lagi dengan cahaya yang menyilaukan dan memperlihatkan nama-nama yang diberkati cinta Tuhan. Aduhai! Nama Abou Ben Adhem di atas semua nama.

Menolong mereka berarti menolong Aku

Abou Ben Adhem mungkin lahir di negara yang sekarang ini disebut Afganistan. Ia tidak begitu dikenal dibandingkan dengan teman senegaranya, Jalaluddin Balkhi (alias Rumi). Tetapi, keduanya menekankan pentingnya kecintaan kepada Tuhan sebagai hakikat keberagamaan.

Bagi kita semua, Rumi mendendangkan lagu ini:

Marilah kita jatuh cinta lagi/ Dan sebarkan debu emas ke seluruh penjuru Bumi/ Marilah kita menjadi musim semi baru/ Dan merasakan tiupan lembut dalam wewangian surgawi/ Marilah kita busanai bumi dalam kehijauan/ Dan seperti getah pohon yang muda/ Biarkan berkat dari dalam mengaliri kita/ Marilah kita ukir permata dari hati kita yang membatu/ Dan pancarkan cahayanya untuk menyinari jalan cinta/ Lirikan cinta sejernih kristal dan kita diberkati karena cahayanya.

Baik Abou Ben Adhem maupun Rumi percaya bahwa kita tidak bisa mencintai Tuhan tanpa mencintai sesama manusia. Mereka menegaskan kembali apa yang dikatakan Tuhan kepada hamba-Nya pada hari kebangkitan: pada hari kiamat, Tuhan memanggil hamba-hamba-Nya.

Ia berkata kepada salah seorang di antara mereka, "Aku lapar, tapi kamu tidak memberi makan kepada-Ku." Ia berkata kepada yang lainnya, "Aku haus, tapi kamu tidak memberiku minum." Ia berkata kepada hamba-Nya yang lainnya lagi, "Aku sakit, tapi kamu tidak menjenguk-Ku." Ketika hamba-hamba-Nya mempertanyakan semuanya ini, Ia menjawab, "Sungguh si fulan lapar; jika kamu memberi makan kepadanya, kamu akan menemukan Aku bersamanya. Si fulan sakit; jika kamu mengunjunginya, kamu akan menemukan Aku bersamanya. Si fulan haus; jika kamu memberinya minum, kamu akan menemukan Aku bersamanya." (Ibn Arabi sering mengutip hadis ini dalam Al-Futuhat al-Makkiyah).

Ketika seorang murid baru mengikuti tarekat, syaikh-nya akan mengajarinya untuk menjalankan tiga tahap latihan rohaniah selama tiga tahun. Ia baru diizinkan mengikuti Jalan Tasawuf bila ia lulus melewatinya. Tahun pertama adalah latihan berkhidmat kepada sesama manusia. Tahun kedua beribadat kepada Tuhan, dan tahun ketiga mengawasi hatinya sendiri. Kita tidak bisa beribadat kepada Tuhan sebelum kita berkhidmat kepada sesama manusia. Menyembah Allah adalah berkhidmat kepada makhluk-Nya.

Abou Said Abul Khayr terkenal sebagai sufi yang pertama kali mendirikan tarekat sufi. Ketika salah seorang pengikutnya menceritakan seorang suci yang dapat berjalan di atas air, ia berkata, "Sejak dahulu katak dapat melakukannya!" Ketika muridnya kemudian menyebut orang yang dapat terbang, ia menjawab singkat, "Lalat dapat melakukannya lebih baik." Muridnya bertanya, "Guru, gerangan apakah ciri kesucian itu?" Ia menjawab, "Cara terbaik untuk mendekati Tuhan adalah melakukan perkhidmatan sebaik-baiknya kepada sesama manusia, memasukkan kebahagiaan ke dalam hatinya."

Mungkin karena perhatiannya yang sangat besar pada cinta kasih, tasawuf dianggap mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan agama Kristen. Tor Andrae, pernah menjadi bishop Lutheran dari Linkvping, mengungkapkan bagaimana Yesus sering dijadikan rujukan dalam ucapan-ucapan para sufi. Mereka belajar dari Yesus bukan saja tentang kesederhanaan hidup yang dijalankannya, tetapi juga perhatiannya untuk menolong orang lain.

Namun, kaum sufi bukan hanya merujuk kepada Kristus, mereka juga belajar jalan cinta dari Musa. Seorang syaikh menyampaikan cerita berikut ini, Kaum Bani Israil satu kali mendatangi Musa, "Wahai Musa, kami ingin mengundang Tuhan untuk menghadiri jamuan makan kami. Bicaralah kepada Tuhan supaya Dia berkenan menerima undangan kami."

Dengan marah Musa menjawab, "Tidakkah kamu tahu bahwa Tuhan tidak memerlukan makanan?" Tetapi, ketika Musa menaiki bukit Sinai, Tuhan berkata kepadanya, "Kenapa tidak engkau sampaikan kepada-Ku undangan itu? Hamba-hamba-Ku telah mengundang Aku. Katakan kepada mereka, Aku akan datang pada pesta mereka Jumat petang."

Musa menyampaikan sabda Tuhan itu kepada umatnya. Berhari-hari mereka sibuk mempersiapkan pesta itu. Pada Jumat sore, seorang tua tiba dalam keadaan lelah dari perjalanan jauh. "Saya lapar sekali," katanya kepada Musa. "Berilah aku makanan." Musa berkata, "Sabarlah, Tuhan Rabbul Alamin akan datang. Ambillah ember ini dan bawalah air ke sini. Kamu juga harus memberikan bantuan." Orang tua itu membawa air dan sekali lagi meminta makanan. Tapi tak seorang pun memberikan makanan sebelum Tuhan datang. Hari makin larut, dan akhirnya orang-orang mulai mengecam Musa yang mereka anggap telah memperdayakan mereka.

Musa menaiki bukit Sinai dan berkata, "Tuhanku, saya sudah dipermalukan di hadapan setiap orang karena Engkau tidak datang seperti yang Engkau janjikan." Tuhan menjawab, "Aku sudah datang. Aku telah menemui kamu langsung, bahkan ketika Aku bicara kepadamu bahwa Aku lapar, kau menyuruh Aku mengambil air. Sekali lagi Aku minta, dan sekali lagi engkau menyuruh-Ku pergi. Baik kamu maupun umatmu tidak ada yang menyambut-Ku dengan penghormatan."

"Tuhanku, seorang tua memang pernah datang dan meminta makanan, tapi ia hanyalah manusia biasa," kata Musa.

"Aku bersama hamba-Ku itu. Sekiranya kamu memuliakan dia, kamu memuliakan Aku juga. Berkhidmat kepadanya berarti berkhidmat kepada-Ku. Seluruh langit terlalu kecil untuk meliputi-Ku, tetapi hanya hati hamba-Ku yang dapat meliputi-Ku. Aku tidak makan dan minum, tetapi menghormati hamba-Ku berarti menghormati Aku. Melayani mereka berarti melayani Aku."

Berbakti kepada sesama manusia bukanlah kewajiban sekelompok orang. Setiap Muslim apa pun jenis kelamin, usia, dan status sosialnya berkewajiban memperlakukan semua orang dengan baik.

Dalam Al-Quran juga ada perintah, "Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Berbaktilah kepada kedua orangtua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, orang-orang yang kehabisan bekal, dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri, yaitu orang-orang yang kikir dan menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan-Nya kepada mereka. Kami telah menyediakan orang-orang kafir seperti itu, siksa yang menghinakan." (QS An Nisaa: 36-37)

Menolong Harus Tulus

Tindakan membahagiakan orang lain disebut sebagai shadaqah. Kata ini berasal dari "shadaqa", yang berarti benar sejati atau tulus. Orang yang bersedekah adalah orang yang imannya tulus. Sedekah tidak selalu berbentuk harta atau uang. "Termasuk sedekah adalah engkau tersenyum ketika berjumpa dengan saudaramu, atau engkau singkirkan duri dari jalanan," kata Nabi Muhammad SAW.

Untuk bisa menolong orang lain dengan tulus, kita memerlukan kecintaan tanpa syarat (unconditional love) kepada semua orang. Cinta inilah yang dimasukkan sebagai fitrah dalam hati kita. Cinta ini adalah seperseratus dari Rahmat Allah yang dijatuhkan Tuhan di Bumi.

Alkisah, bertahun-tahun yang lalu, seorang ibu dari salah seorang sultan dari Khilafah Utsmaniyah membaktikan hidupnya untuk kegiatan amal saleh. Ia membangun masjid, rumah sakit besar, dan sumur-sumur umum untuk daerah permukiman yang tidak punya air di Istanbul, Turki.

Pada suatu hari, ia mengawasi pembangunan rumah sakit yang dibiayai sepenuhnya dari kekayaannya. Ia melihat ada semut kecil jatuh pada adukan beton yang masih basah. Ia memungut semut itu dan menempatkannya pada tanah yang kering.

Tidak lama setelah itu, ia meninggal dunia. Kepada banyak kawannya, ia muncul dalam mimpi mereka. Ia tampak bersinar bahagia dan cantik. Kawan-kawannya bertanya, apakah ia masuk ke surga karena sedekah-sedekah yang dilakukannya ketika masih hidup? Ia menjawab, "Saya tidak masuk surga karena semua sumbangan yang sudah aku berikan. Saya masuk surga karena seekor semut."

(Renungan ini semula berupa makalah dengan judul Die Ethik des Helfens im Islam, yang disampaikan Jalaluddin Rakhmat pada seminar "Die Ethik des Helfens aus der Sich verschiedener Religionen", Basel, 8-13 September 2002).

--------------------------------------------------------------------------------------------

Biarkan Dia Berbicara

Hari itu para pembesar Quraisy mengadakan sidang umum. Mereka memperbincangkan berkembangnya gerakan baru yang diasaskan Muhammad. Ada dua pilihan. To shoot it out atau to talk it out. Membasmi gerakan itu sampai habis atau mengajaknya bicara sampai tuntas. Pilihan kedua yang diambil.

Untuk itu serombongan Quraisy menemui Nabi saw. Beliau sedang berada di masjid. Utbah bin Rabi'ah anggota Dar al-Nadwah (parlemen) yang paling pandai berbicara, berkata : "Wahai kemenakanku! Aku memandangmu sebagai orang yang terpandang dan termulia diantara kami. Tiba-tiba engkau datang kepada kami membawa paham baru yang tidak pernah dibawa oleh siapapun sebelum engkau. Kauresahkan masyarakat, kautimbulkan perpecahan, kaucela agama kami. Kami khawatir suatu kali terjadilah peperangan diantara kita hingga kita semua binasa.

Apa sebetulnya yang kau kehendaki. Jika kauinginkan harta, akan kami kumpulkan kekayaan dan engkau menjadi orang terkaya diantara kami. Jika kau inginkan kemuliaan, akan kami muliakan engkau sehingga engkau menjadi orang yang paling mulia. Kami tidak akan memutuskan sesuatu tanpa meminta pertimbanganmu. Atau, jika ada penyakit yang mengganggumu, yang tidak dapat kauatasi, akan kami curahkan semua perbendaharaan kami sehingga kami dapatkan obat untuk menyembuhkanmu. Atau mungkin kauinginkan kekuasaan, kami jadikan kamu penguasa kami semua."

Nabi saw mendengarkan dengan sabar. Tidak sekalipun beliau memotong pembicaraannya. ketika Utbah berhenti, Nabi bertanya, "Sudah selesaikah ya Abal Walid?" Sudah, kata Utbah. Nabi membalas ucapan Utbah dengan membaca surat Fushilat: "Ha mim. Diturunkan al-Qur'an dari Dia yang Mahakasih Mahasayang. sebuah kitab, yang ayat-ayatnya dijelaskan. Qur'an dalam bahasa Arab untuk kaum yang berilmu....." Nabi saw terus membaca. ketika sampai ayat sajdah, ia bersujud.

Sementara itu Utbah duduk mendengarkan sampai Nabi menyelesaikan bacaannya. kemudian, ia berdiri. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Kaumnya berkata, "Lihat, Utbah datang membawa wajah yang lain."

Utbah duduk di tengah-tengah mereka. Perlahan-lahan ia berbicara, "Wahai kaum Quraisy, aku sudah berbicara seperti yang kalian perintahkan. Setelah aku berbicara, ia menjawabku dengan suatu pembicaraan. Demi Allah, kedua telingaku belum pernah mendengar ucapan seperti itu. Aku tidak tahu apa yang diucapkannya. Wahai kaum Quraisy! Patuhi aku hari ini. kelak boleh kalian membantahku. Biarkan laki-laki itu bicara. Tinggalkan dia. Demi Allah, ia tidak akan berhenti dari gerakannya. Jika ia menang, kemuliannya adalah kemulianmu juga."

Orang-orang Quraisy berteriak, "Celaka kamu, hai Abul Walid. Kamu sudah mengikuti Muhammad". Orang Quraisy ternyata tidak mengikuti nasihat Utbah (Hayat al-Shahabah 1:37-40; Tafsir al-durr al-Mansur 7:309, Tafsir Ibn Katsir 4:90, Tafsir Mizan 17:371). Mereka memilih logika kekuatan, dan bukan kekuatan logika.

Peristiwa itu sudah lewat ratusan tahun yang lalu. Kita tidak heran bagaimana Nabi Saw dengan sabar mendengarkan pendapat dan usul Utbah, tokoh musyrik. Kita mengenal akhlak Nabi dalam menghormati pendapat orang lain. Yang menakjubkan kita adalah perilaku kita sekarang. Bahkan oleh Utbah, si musyrik, kita kalah. Utbah mau mendengarkan Nabi saw. dan menyuruh kaumnya membiarkan Nabi berbicara. Jangankan mendengarkan pendapat kaum kafir. Kita bahkan tidak mau mendengarkan pendapat saudara kita sesama muslim. Seperti pembesar-pembesar Quraisy, kita lebih sering memilih shoot it out!

(Jalaluddin Rakhmat, "Tafsir bil Ma'sur", h. 131-133)